Pada zaman dahulu kala tinggalah
seorang gadis yang sangat cantik. Gadis cantik itu bernama Putri Kandita, Seorang Putri dari kerajaan
Pakuan Pajajaran. Kecantikannya yang sangat mempesona membuat Putri Kandita begitu
banyak mendapat perhatian didalam istana. Ayahnya seorang Raja dari kerajaan
Pakuan Pajajaran. Ibunya seorang permaisuri tercantik di istana. Namun, ketika putri kandita
lahir dan tumbuh menjadi gadis dewasa, kecantikannya melebihi kecantikan sang ibu, Permaisuri
Kinasih. Karena kecantikannya itu pula Putri
Kandita menjadi putri kesayangan prabu Siliwangi. Ayahnya akan selalu memberi
perhatian yang lebih besar terhadap Putri
kandita dibanding putra-putrinya yang
lain. Walaupun menjadi anak kesayangan Prabu
Siliwangi, Putri
Kandita tidak merasa besar kepala. Putri kandita sangat menyayangi semua
keluarganya. Termasuk ibu
dan saudara-saudara tirinya.
Pada suatu hari Putri Kandita sedang
menghabiskan waktu bersama Prabu
Siliwangi dan Permaisuri
Kinasih. Disebuah taman belakang istana,
mereka terlihat sangat akrab.
Biasanya keluarga kerajaan tidak mempunyai banyak waktu untuk berkumpul bersama
keluarga. Tetapi sesibuk apapun prabu siliwangi mengatur dan memimpin kerajaan,
ia akan selalu
menyempatkan waktu luangnya agar bisa berkumpul bersama Putrinya
yang cantik dan Permaisurinya. Para Prajurit yang berjaga
pun seakan terhanyut menikmati momen berbagi kasih sang Raja dengan keluarganya.
Mereka semua tertawa bersama, tetapi dibalik semak-semak disamping taman itu,
ada beberapa orang yang menampilkan raut wajah tidak suka melihat kebahagiaan
sang Putri. Mereka adalah
para selir Prabu Siliwangi yang
merasa cemburu dengan kasih sayang yang dilimpahkan Prabu Siliwangi untuk Putri Kandita dan Permaisuri Kinasih.
Suara hening dan
kegelapan yang begitu pekat menandakan waktu telah menunjukan tengah malam.
Suara aungan binatang buas sayup-sayup terdengar dari luar istana. Ketika semua
orang telah tertidur nyenyak dikasur mereka, tidak begitu dengan para selir
Prabu Siliwangi yang masih terjaga didalam kamar salah seorang selir. Mereka
sedang berembuk merencanakan sesuatu yang jahat untuk menyingkirkan Putri
Kandita dan Permaisuri Kinasih dari lingkungan
Istana Pakuan Pajajaran. Setelah semuanya sepakat, kemudian pergilah kedua selir
Prabu Siliwangi bersama seorang Prajurit istana menuju suatu tempat.
Tempat
tersebut adalah sebuah gubuk kecil ditengah hutan milik seorang Dukun. Dukun
yang terkenal dengan ilmu hitamnya yang sangat skati. Dukun itu akan memuluskan
rencana para selir yang sudah tak sabar melihat Permaisuri Kinasih dan Putri
Kandita menderita.
Akhirnya kedua
Selir dan Prajurit itu telah sampai di Gubuk sang Dukun. Letaknya berada
dibelakang sebuah pohon Mahoni besar dan menjulang tinggi, tepat berada
disebelah curug. Tanpa ragu ketiga orang itu pun memasuki gubuk sang Dukun yang
sudah siap menyambut kedatangan mereka.
“Apa yang bisa aku lakukan
untuk membantu kalian?” tanya sang dukun yang sedang membersihkan sebuah keris.
Tangannya terus bergerak mengelap sebuah keris dengan kain putih.
“Duduklah!” perintah sang Dukun
kepada ketiga orang tamunya.
“Mbah saya ingin membuat Permaisuri
Kinasih dan anaknya Putri Kandita diusir dari istana!” jawab salah seorang selir
yang terlihat lebih tua. Selir itu benama Buyung, selir tertua Prabu Siliwangi.
“Ia Mbah, tapi jangan buat
mereka langsung mati. Buat dulu agar Putri Kandita dan Permaisuri Kinasih menderita,
supaya kami puas! dan jangan sampai menimbulkan kecurigaan Mbah.” timpal
seorang selir yang lebih muda. Selir Melati menyeringai karena membayangkan
penderitaan yang akan dialami Putri Kandita dan Permaisuri Kinasih.
“Baik jika itu mau kalian. Aku
akan membuat Putri Kandita dan Permaisuri Kinasih menderita penyakit Borok yang
sangat menjijikan, sehingga tidak akan ada yang curiga jika itu adalah hasil
dari ilmu hitam untuk menyingkirkan mereka.” sang Dukun memberikan keputusan
ilmu hitam apa yang akan digunakannya.
“Ia Mbah, lakukan segera! lebih
cepat lebih baik. Kami ingin mereka segera di usir dari istana” lanjut selir
Buyung. Hatinya sudah mengeras dibutakan oleh rasa iri dan benci sehingga tidak
ada sedikitpun keraguannya untuk membuat sang anak tiri menderita. Sebelum fajar
tiba menghiasi langit, Kedua selir dan Perajurit itu kembali ke istana tanpa
diketahui siapa pun. Kecuali Tuhan yang selalu mengawasi tindakan mereka.
Matahari baru
saja menampakan sinarnya, mengintip dari kaca jendela. Para pelayan istana
tengah sibuk menjalankan semua tugas
yang harus segera mereka selesaikan. Seorang pelayan masuk ke kamar putri
Kandita untuk membangunkannya. Tapi betapa terkejutnya, sang pelayan langsung
berteriak sehingga membuat Putri Kandita terbangun. Paras Putri Kandita yang
semula mulus dan bersih dipenuhi luka borok bernanah dan mengeluarkan bau
anyir.
“Ada apa Bi Mi?” tanya suara
lemah-lembut itu. Yang dipanggil Bi Mi itu adalah seorang pelayan kepercayaan Putri
Kandita dan Permaisuri Kinasih. Bi mi langsung menutup hidung dan mencari
sebuah kaca untuk diberikan kepada sang Putri.
“Putri lihatlah wajahmu kenapa
jadi seperti ini, nak?” tanya Bi Mi, tak mengerti dengan penyakit yang
tiba-tiba muncul di sekujur tubuh Putri Kandita.
“Oh Tuhan! kenapa wajahku penuh
dengan luka Bi? Kenapa jadi seperti ini?” saking ngerinya Putri Kandita tak
sadar telah melepaskan kaca yang berada ditangannya. Bunyi kaca yang pecah
membuat permaisuri Kinasih terbangun dari tidurnya. Pemaisuri kemudian
mendatangi kamar sang Putri yang terletak disebelah kamarnya.
“Ada apa Putri? Kenapa
terde...” belum sempat menyelesaikan ucapannya. Permaisuri kinasih langsung
terdiam ketika melihat wajah putri Kandita yang sedang dipeluk Bi Mi. Seakan
tersadar permaisuri pun replek menangkup wajahnya sendiri dan dengan begitu
luka diwajahnya dapat ia rasakan.
“Yang mulia wajah anda juga
penuh dengan luka? Penyakit apakah yang putri dan Anda derita? Tuhan semoga
Anda dan Putri lekas diberi kesembuhan.” Bi Mi melihat ke arah Permaisuri yang
berdiri mematung.
“Ibunda penyakit apakah yang
menimpa kita? Bisakah disembuhkan?” pertanyaan Putri Kandita menyadarkan
Permaisuri Kinasih dari kekagetannya. Kemudian Ia menghampiri sang Putri dan
ikut memeluknya, ingin menenangkan sang Putri dan juga dirinya sendiri.
Berita tentang
Putri Kandita dan Permaisuri Kinasih yang mederita penyakit borok telah
menyebar didalam istana. Prabu Siliwangi telah melihatnya sendiri dan ia sangat
sedih dengan penyakit yang diderita Putri dan Permaisurinya itu. Berbagai cara
telah Prabu Siliwangi uahakan untuk menyembuhkan penyakit tersebut. Mulai dari
mendatangkan tabib-tabib terkemuka, sampai mendatangkan orang pintar pun sudah
Prabu Siliwangi lakukan. Tetapi Putri dan Permaisurinya belum juga sembuh dan
penyakitnya itu semakin lama semakin parah. Putri Kandita dan Permaisuri Kinasih
hanya bisa berbaring diranjang karena merasakan sakit perih akibat luka borok
disekujur tubuh mereka.
Para selir
tidak tinggal diam melihat penderitaan yang dialami sang Putri. Mereka
memanfaatkan keadaan itu dengan menyebarkan fitnah untuk menambah penderitaan
sang Putri. Mereka mengutus prajurit terpercaya untuk menyebarkan berita jelek
tentang penyakit Permaisuri Kinasih dan Putri kandita. Kemudian para selir itu
mendesak agar sang Raja mengusir Putri Kandita dan Permaisuri Kinasih dari
lingkungan istana. Para selir beralasan bahwa penyakit itu akan membawa dampak
yang buruk bagi istana. Mereka takut tertular penyakit yang tidak dapat
disembuhkan.
“Aku sebagai Raja Pakuan
Pajajaran, tidak akan mengusir putri Kandita dan Permaisuri Kinasih dari
lingkungan istana! Tetapi mengingat penyakit yang diderita mereka, maka Aku
akan memindahkan tempat tinggal mereka ke Papiliun terakhir selama menjalani
pengobatan. Dan jika terbukti penyakit itu menular barulah Aku akan mengusir putri
Kandita dan Permaisuri Kinasih dari istana.” tegas sang Raja kepada para selir
dan juga anak-anaknya yang lain. Prabu siliwangi sangat menyayangkan dengan
sikap para selirnya yang seakan ingin menyingkirkan kedua orang yang sangat
disayanginya. Ia belum menemui lagi Putri Kandita dan Permaisuri Kinasih, Karena
dilarang para sesepuh kerajaan yang khawatir dirinya tertular penyakit.
Karena tidak
merasa puas dengan keputusan sang Raja, Selir Melati pun kembali menemui sang Dukun.
Ia meminta agar salah seorang pelayan yang setia melayani Permaisuri Kinasih
dan Putri Kandita juga ikut menderita penyakit yang sama, sehingga membuktikan
bahwa penyakit itu menular dan berbahaya. Kemudian pada akhirnya Prabu Siliwangi
tidak punya pilihan untuk tidak mengusir
Putri Kandita dan Permaisuri Kinasih dari istana.
Ketika seorang
pelayan meninggal karena penyakit borok seperti penyakit yang diderita oleh
permaisuri dan putri kandita, para selir menuduh Putri Kandita dan Permaisuri
Kinasih yang menularkan penyakit itu. Semua orang didalam istana terpengaruhi
kata-kata para selir pada akhirnya dengan kasar para perajurit mengusir Putri
Kandita dan Permaisuri Kinasih dari dalam istana. Tanpa arah dan tujuan sang ibu
dan anak itu pun pergi dari istana tanpa membawa apapun. Prabu Siliwangi merasa
sangat bersalah ketika melihat kedua orang yang disayanginya pergi meninggalkan
istana.
Seakan tak
lelah matahari di cakrawala masih terik menyinari bumi. Ketika dilihatnya sang
Ibu sudah berjalan sempoyongan karena terlalu lelah. Putri Kandita pun mencari
tempat yang nyaman untuk mereka berteduh. Kemudian Ia melihat sebuah Saung
kecil didekat pesawahan, ia pun mengajak sang Ibu beristirahat sejenak disana.
Perutnya sudah mulai lapar karena belum terisi makanan, begitu juga dengan
Ibunya yang sudah terlihat pucat, pasti juga lapar. Putri Kandita berjalan ke
depan pancuran kecil yang biasanya digunakan Petani untuk mengaliri sawah. Ia
memetik setangkai daun Talas sebagai wadah air untuk tempat minum Ibunya. Sang
Putri meminum air dari pancuran secara langsung dan menampung air itu dengan
daun talas untuk sang ibu yang sedang berbaring di Saung.
“Ibu minumlah dulu, ibu pasti
haus. Aku juga telah meminumnya tadi. Semoga saja nanti diperjalanan kita
menemukan makanan.” ibunya tidak menjawab. Hanya duduk, kemudian meminum air yang disodorkan anaknya.
Tiba-tiba
datanglah seorang petani ke saung tempat Putri Kandita dan ibunya beristirahat.
Ia adalah pemilik saung yang akan bekerja di Sawah. Karena merasa jijik dan
takut tertular penyakit yang sama dengan kedua orang yang dilihat nya, sang petani
pun segera mengusir mereka. Pada akhirnya Putri Kandita dan ibunya terpaksa
kembali meneruskan perjalanan ke sebuah hutan.
Semakin lama Putri
Kandita dan Ibunya berjalan, maka semakin masuklah mereka ke dalam sebuah hutan
yang lebat. Disana banyak terdapat pohon-pohon yang besar dan tinggi menjulang.
Rasa lelah dan lapar kembali memaksa Putri Kandita dan ibunya untuk berhenti.
Mereka beristirahat di dekat pohon besar yang teduh. Putri Kandita akan pergi mencari
tanaman yang bisa dimakan. Atau jika beruntung, ia akan menemukan buah-buahan
atau umbi-umbian.
Beberapa saat kemudian putri kandita kembali
ke pohon besar dimana ibunya beristirahat. Tadi Putri Kandita menemukan pohon
pisang yang kebetulan buahnya telah matang, juga berhasil mengumpulkan umbi
jalar yang ditemukannya. Dilihatnya, Sang ibu sedang bersandar kesebuah pohon besar
ketika ia datang. Ia pun menyerahkan makanan itu kepada ibunya, lalu mereka
makan bersama. Ketika melihat ibunya yang semakin lemah Putri Kandita merasa
khawatir, hatinya juga merasa sedih dengan kehidupan yang dialaminya sekarang.
Lembayung
mulai menguning pertanda bahwa sang malam sebentar lagi akan tiba. Putri Kandita
segera mencari tempat yang lebih aman untuk ia dan ibunya beristirahat. Berlindung
dari hujan yang mungkin saja turun, serta hewan-hewan buas yang sedang berburu,
mencari makananan pada malam hari. Mereka meneruskan perjalanan kembali menuju
ke tengah hutan. Putri kandita bisa lega ketika menemukan sebuah gubuk yang terletak
di dekat Curug. Ia dan ibunya bisa tidur dan beristirahat didalam gubuk itu.
Putri kandita sangat bersyukur apalagi gubuk itu dekat dengan sumber mata air
sehingga mereka hanya perlu mencari makanan, karena air untuk minum sudah
tersedia dari Curug.
Beberapa hari
hujan selalu turun di hutan, hari ini pun langit terlihat berawan hitam.
Pagi-pagi sekali Putri Kandita pergi dari gubuk untuk mencari makanan. Setelah
mengumpulkan apa yang dapat di makan dari hutan, Putri Kandita pun memutuskan
untuk pulang. Tadi karena ibunya masih tertidur sehingga ia tak tega
membangunkannya untuk meminta ijin. Putri Kandita menghampiri ibu nya yang masih berbaring. Dilihatnya
sang ibu masih tertidur, wajahnya yang
penuh luka borok tidak menyembunyikan paras pucatnya. Karena curiga Putri Kandita
pun memeriksa napas sang ibu. Betapa terkejutnya ketika ia tahu bahwa ibunya itu
sudaha tidak bernapas, ibunya sudah tidak bernyawa lagi. Putri Kandita menangisi
kepergian sang ibu yang selalu menemaninya itu. Mungkin dengan kematian ibunya
tidak akan menderita lagi. Putri Kandita menjadi lebih tenang walaupun didalam hatinya
tetap merasakan sedih karena harus ditinggalkan sang ibu untuk selamanya.
Setelah
kematian ibunya, Putri Kandita kembali meneruskan perjalanan. Ia telah
memutuskan untuk menjadi seorang pengembara. Tujuannya mungkin ada di ujung
sungai ini. Ia terus berjalan menyusuri sungai yang mengalir dari curug.
Sejenak Putri kandita beristirahat didedekat sebuah kubangan air yang terdapat
di aliran sungai itu. Karena haus yang dirasakannya, Ia pun meminun air
sepuas-puasnya dari kubangan air tersebut, dirasakannya rasa hangat menjalar di
sekujur tubuhnya. Tidak lama kemudian, ia merendamkan dirinya ke dalam air
sungai itu. Setelah merasa puas berendam di sungai itu, Putri Kandita merasakan
bahwa tubuhnya kini mulai nyaman dan segar. Rasa sakit akibat penyakit boroknya
itu tidak terlalu menyiksa dirinya. Kemudian datanglah seorang kakek tua dari
arah selatan. Kakek tua itu memberitahu Putri Kandita untuk terus mengikuti
aliran sungai.
“Jika kau
ingin sembuh dan menjadi kuat. Ikutilah aliran sungai ini.” Kata sang Kakek
misterius. Ketika Putri Kandita mengedipkan matanya sang Kakek telah hilang
dari penglihatannya.
Setelah selesai
mandi, Putri Kandita segera melanjutkan kembali perjalanannya mengikuti aliran
air sungai menuju ke arah hulu. Ia akan mengikuti nasehat sang Kakek, mungkin
itulah petunjuk untuk jalan kehidupannya. Setelah lama berjalan mengikuti
aliran sungai itu, ia menemukan beberapa mata air yang menyembur sangat deras
sehingga semburan mata air itu melebihi tinggi tubuhnya. Akhirnya putri kandita
memutuskan untuk menetap di dekat sumber air panas itu. Dalam kesendiriannya,
ia kemudian bertemu lagi dengan sang Kakek misterius. Kakek itu mengajarkan
ilmu kanuragan kepada Putri Kandita. Selama itu pula, Putri Kandita mengolah
ilmu kanuragannya, serta menyempatkan mandi dan berendam di sungai itu. Tanpa
disadarinya, secara berangsur-angsur penyakit yang menghinggapi tubuhnya
menjadi hilang.
Setelah
sembuh, Putri Kandita meneruskan pengembaraan dengan mengikuti aliran sungai ke
arah hilir, berjalan dan terus berjalan. Ia sangat terpesona ketika tiba di
muara sungai dan disana terdapat lautan yang luas. Oleh karena itu, Putri
Kandita memutuskan untuk menetap di tepi laut selatan wilayah Pakuan Pajajaran.
Disana juga Putri Kandita kembali bertemu dengan sang Kakek Misterius.
“Kau akan
menjadi kuat jika menjadi muridku. Berlatihlah ilmu bela diri agar Kau dapat
melindungi dirimu sendiri dan orang lain.” Kata Kakek itu. Putri Kandita
sebelumnya juga telah berlatih ilmu kanuragan yang di ajarkan Kakek tersebeut.
Sampai akhirnya ia menjadi sembuh.
“Kakek
angkatlah Aku menjadi muridmu!” jawab Putri Kandita dengan penuh semangat.
Kemudian Putri
Kandita berguru kepada kakek misterius itu yang ternyata sangat sakti. Gurunya
yang sakti inilah yang mengajarkan ilmu bela diri serta mengajarkannya bertapa
untuk meningkatkan ilmu kanuragannya.
Setelah beberapa lama Putri Kandita berlatih
dengan gurunya. Ia kini menjadi wanita yang sakti. Parasnya yang cantik
membuatnya dikenal sebagai wanita yang cantik dan sakti. Kemudian orang-orang
disekitar sana banyak yang mengenal dan menyukainya. Mulai dari sana kecantikan
dan kesaktiannya membawa namanya dikenal luas ke berbagai kerajaan yang ada di
Pulau Jawa.
Karena
kecantikan dan kesaktiannya itu pula banyak pangeran muda dari berbagai kerajaan
ingin mempersunting dirinya. Menghadapi para pelamar itu, Putri Kandita membuat
beberapa persyaratan agar dapat menjadi suaminya. Ia bersedia dipersunting oleh
seorang pangeran, asalkan sang pangeran harus sanggup mengalahkan kesaktiannya
termasuk bertempur di atas gelombang laut yang ada di selatan Pulau Jawa.
Sebaliknya, kalau tidak berhasil memenangkan adu kesaktian itu, mereka harus menjadi
pengiringnya.
“Aku akan
bersedia dipersunting oleh pangeran asalkan Anda sanggup mengalahkan kesaktian
Saya termasuk bertempur di atas gelombang laut yang ada di selatan Pulau Jawa.”
Kata Putri Kandita dengan percaya diri.
“Baiklah Putri
Kandita. Lalu bagaimana jika kami tidak berhasil mengalahkan kesaktian Anda
Putri?” tanya salah seorang Pangeran.
“Sebaliknya,
jika Pangeran tidak berhasil memenangkan adu kesaktian dengan Saya, maka Anda
harus menjadi pengiring Saya.” Jelas Putri Kandita kemudian. Setelah penjelasan
itu, para Pangeran segera bertarung melawan Putri Kandita di atas gelombang
pantai laut selatan. Mereka tentu saja ingin memenangkan pertarungan itu agar
dapat mempersunting sang Putri.
Para pangeran
sakti yang ingin mempersunting Putri Kandita datang silih berganti. Walau
begitu, belum ada yang berhasil memenuhi persyaratan yang Ia ajukan. Dari sekian
banyak pangeran yang beradu kesaktian dengannya, tidak ada seorang pangeran pun
yang mampu mengalahkan kesaktiannya dan tidak ada pula yang mampu bertarung di
atas gelombang laut selatan.
Oleh karena
itu, Seluruh Pangeran yang datang ke laut selatan tidak ada yang menjadi
suaminya, melainkan semuanya menjadi pengiring Sang Putri. Kesaktiannya
mengalahkan para pangeran itu dan kemampuannya menguasai ombak laut selatan
menyebabkan ia mendapat gelar Kanjeng Ratu Nyai Roro Kidul yang artinya, Ratu
Penguasa laut Selatan.
Di dalam
istana terjadi kegemparan karena para seli Prabu Siliwangi mengalami penyakit
borok yang menjijikan. Penyakit itu mengingatkan semua orang kepada dua nama
yang telah mereka lupakan, Putri Kandita dan Permaisuri Kinasih. Penyakit
kutukan yang diderita para Selir itu sangat parah sehingga membuat mereka mati
seketika.
Datanglah
seorang Prajurit kehadapan sang Raja Pakuan Pajajaran. Ia bersaksi bahwa dulu
para selir menggunakan ilmu hitam untuk menyingkirkan Putri Kandita dan
Permaisuri Kinasih dari dalam lingkungan istana. Dengan pengakuan itu Prabu
Siliwangi mengetahui kebenaran tentang penyakit yang tidak dapat disembuhkan
itu. Ia sangat murka terhadap semua selirnya, Prabu Siliwangi sangat ingin
menghukum kejahatan mereka. Namun, Tuhan telah terlebih dahulu menjemput ajal
para selir itu. Mereka telah mendapatkan balasan yang setimpal dengan apa yang
telah mereka lakukan.
Prabu
Siliwangi segera mengerahkan pasukannya untuk mencari keberadaan Putri Kandita
dan Permaisuri Kinasih. Tapi setelah sekian lama mencari kedua orang yang
sangat dirindukannya itu, ia belum juga berhasil menemukan mereka. Sampai
akhirnya seorang Prajurit menemukan sebuah makam yang berada di tengah hutan.
0 Response to "Kisah Nyai Roro Kidul"
Posting Komentar